Cerita Justinus Iwan Soerjono, Factory Manager PT Dwida Jaya Tama

Mengemban pendidikan selama kurang lebih empat tahun di SMTIK PIKA (yang sekarang dikenal dengan SMK PIKA), kini Justinus Iwan Soerjono atau yang akrab disapa Justinus menjabat sebagai Factory Manager di PT Dwida Jaya Tama.

Dalam melakukan pekerjaannya, Justinus memimpin tiga divisi, yaitu: divisi panel furniture, custom project interior furnitur, dan metal furniture. Salah satu peran utamanya untuk mendukung produktivitas PT Dwida adalah dengan menetapkan standar mutu line produksi yang ada di factory.

Pekerjaan tersebut tentu dilakukan dengan serangkaian tantangan yang ada, mulai dari tantangan internal maupun eksternal. Tak hanya itu, ia juga membagikan cerita tentang bagaimana perkembangan industri perkayuan memengaruhi tipe orientasi pasar yang dipilih untuk menjalankan bisnis.

Berikut cerita lengkap Justinus sebagai Factory Manager PT Dwida Jaya Tama.

Awal Mula Terjun ke Industri Woodworking hingga ke PT Dwida Jaya Tama

Setelah lulus dari SMK PIKA pada 1991, Justinus mengawali kariernya dengan bekerja di PT Mebelindo Inreno Jaya yang berlokasi di Jakarta. Saat itu, dirinya bekerja sebagai kepala produksi selama kurang lebih satu tahun. Itulah pekerjaan pertama yang dijalaninya di industri perkayuan.

Baca Juga: Mengenal Visual Management Board dan Fungsinya di Manufacturing

Satu tahun bekerja sebagai kepala produksi, ia kemudian mendapatkan tawaran bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang produksi garden furniture dan folding furniture dengan posisi Asisten Manajer R&D selama kurang lebih dua tahun.

Memiliki pengalaman bekerja di bagian produksi dan manajemen, Justinus kemudian memperluas kemampuannya dengan bekerja sebagai Technical Applicator di PT Propan Raya.  Di sana, ia mendapatkan pendidikan selama enam bulan untuk menguasai teknik aplikasi dan penggunaan cat untuk industri.

“Berkat pendidikan enam bulan itu, saya dan teman-teman di sana jadi lebih menguasai teknik aplikasi dan product knowledge supaya dapat membantu pelanggan dalam memberikan solusi dan edukasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan output dan mutu perusahaan,” jelasnya ketika menceritakan tentang pengalamannya mengikuti pelatihan tersebut.

Setelah itu, ia melanjutkan karier sebagai Manager PPIC selama kurang lebih tiga tahun. Seiring berjalannya waktu, posisi Factory Manager baru diemban ketika bekerja di PT Damar Laras Cipta dari 2007 hingga 2015. Kini, ia melanjutkan karier dengan posisi sama di PT Dwida Jaya Tama.

“Pada saat awal masuk, yang harus dibangun adalah mindset para pekerja untuk menciptakan karya yang lebih unggul. Lalu, barulah membangun sistem terintegrasi dengan perpaduan skill, mesin, tools, dan fasilitas kerja. Saat saya di sana, saya bisa membangun sistem dan budaya kerja yang baik, sehingga output secara kuantitas dan kualitas selalu tercapai,” ujarnya.

Komunikasi Menjadi Kunci Penting Hadapi Tantangan Internal

Selama menjabat sebagai Factory Manager, Justinus memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab untuk memastikan sistem dan output factory yang dilakukan para manajer dan seluruh karyawan sudah berjalan sesuai dengan standar mutu dan target produksi yang ditetapkan.

Selain itu, ia juga bertugas untuk menata manajemen agar lebih tersistem, mulai dari job desc para manager dan jajarannya, tata kelola, sasaran mutu, hingga implementasi dan hasil atau output yang sesuai standar mutu.

Ia bercerita bahwa tantangan yang dihadapi selama bekerja justru datang secara internal, di mana perusahaan mulai tidak konsisten dengan visi yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap tujuan perusahaan. Maka dari itu, menurutnya setiap perusahaan perlu memiliki visi dan sistem yang terintegrasi.

Baca juga: “Techincal Support itu Pekerjaan yang Asyik!”, Cerita Andri Franniko Technical Support Manager Ekamant Indonesia

“Cara saya menghadapi tantangan tersebut adalah dengan mengajak rekan-rekan kerja untuk berdialog dengan (pemilik) perusahaan untuk coba menggali visi supaya bisa kembali menetapkan visi tersebut. Kemudian, membantu perusahaan dengan membuat misi dan mengimplementasikannya sampai berhasil,” jelasnya.

Selain visi, tantangan lainnya juga datang dari tenaga kerja yang sudah lebih lama bekerja di suatu perusahaan. Biasanya, karyawan baru justru lebih mudah untuk mendukung dan mewujudkan visi dengan menerapkan sistem yang kembali diterapkan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Namun, cara ini biasanya tak jarang mendapatkan penolakan dari karyawan yang sudah bekerja lama di perusahaan tersebut. Sebab, mereka sudah nyaman bekerja dengan sistem lama, meskipun cara itu kurang mendukung produktivitas perusahaan agar bisa bergerak lebih maju.

Untuk itu, komunikasi menjadi sangat penting untuk mengatasi hal tersebut. Justinus mengatakan, ia mengatasinya dengan mengajak karyawan lama untuk saling bertukar pikiran dengan memberikan edukasi, menetapkan standar mutu dan instruksi kerja bersama, serta memberi contoh yang baik dalam memperlihatkan perubahan ke arah yang lebih baik.

“Alat bantu kerja atau mesin membantu mempercepat hasil untuk mendapatkan hasil terbaik”

Ketika ditanya mengenai perkembangan apa yang paling dirasakan terkait industri woodworking dulu dan kini, Justinus mengatakan bahwa hal ini perlu diselaraskan terlebih dahulu dengan jenis atau tipe orientasi pasar yang dipilih. Bila orientasi usahanya adalah project custom interior furniture, maka tuntutannya adalah jumlah item yang harus dikerjakan dengan waktu yang telah ditetapkan.

Makanya wajar, jika nantinya ada keterbatasan dalam produksi bila jumlah pekerja tidak sesuai dengan banyaknya produk atau pesanan yang harus diproduksi. Selain tenaga kerja, masalah material dan pengambilan keputusan juga bisa jadi penghambat proses produksi saat itu.

Namun, ia berpendapat bahwa perkembangan teknologi yang semakin maju membuat perkembangan industri perkayuan juga turut semakin maju.

Baca Juga: 2 Fungsi Manajer yang Utama dalam Manajemen Perusahaan

“Perbedaannya (dulu dan sekarang) adalah pada alat bantu kerja atau mesin membantu mempercepat hasil untuk mendapatkan hasil terbaik. Kalau dulu semuanya harus benar-benar dilakukan secara manual, baik pada pembuatan konstruksi perakitan atau finishing, maka hasilnya pun terkadang jadi kurang konsisten,” jelasnya.

Dengan memanfaatkan teknologi dan mesin yang ada saat ini, pengusaha kayu bisa menambah kecepatan dan memperbanyak kapasitas produksinya dalam sekali waktu, sehingga prosesnya pun menjadi lebih efektif dan efisien. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, tentu tak lepas dari upaya untuk beradaptasi dengan teknologi itu sendiri.

“Namun, saat ini jika ingin menambah kecepatan dan memperbanyak kapasitas produksi, maka kita harus berani beralih dengan menggunakan teknologi tersebut. Sebab, pemanfaatan mesin tentu saja harus diimbangi dengan penguasaan cara kerja mesinnya agar bisa digunakan dengan lebih optimal,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.