Mengelola Bisnis hingga Ekspor ke Eropa, Ini Cerita Awan Nasution Komisaris PT Genta Trikarya

Selama kurang lebih 27 tahun bekerja di PT Genta Trikarya sejak awal 1996, Awan Nasution yang sekarang menjabat sebagai Komisaris PT Genta Trikarya telah banyak merasakan pasang surut berbisnis di industri woodworking, khususnya untuk produk alat musik–gitar.

Pasalnya, berkat kerja keras yang didukung oleh dedikasi serta kerja keras karyawannya untuk selalu konsisten dalam menjaga kualitas gitar yang diproduksi, sekarang ini PT Genta Trikarya berhasil menembus pasar internasional dan menjual produknya hingga Eropa dan Amerika.

Menjabat sebagai Komisaris PT Genta Trikarya dan lebih banyak ​​mengarahkan perusahaan agar berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan untuk bisa mencapai visi misinya, ternyata Awan dulu mengemban ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan mengambil jurusan Teknik Mesin. Bagaimana ceritanya hingga akhirnya masuk ke industri woodworking?

Dari Bidang Pesawat Terbang ke Perkayuan PT Genta Trikarya

Sebelum akhirnya memutuskan bekerja di PT Genta Trikarya yang merupakan perusahaan keluarga, Awan sempat bekerja di Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) atau yang sekarang lebih dikenal sebagai PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang disingkat PTDI.

Baca juga: IFMAC & WOODMAC 2022: Tingkatkan Ketangguhan Industri Furnitur Pasca-pandemi

IPTN atau PTDI adalah salah satu perusahaan aerospace di Asia. Pada saat itu, Awan bekerja di bidang pesawat terbang bagian program manajemen. Pengalaman kerja pertamanya itu memberikan banyak pengalaman berharga untuknya, terutama pengalaman di bidang manajemen. Pasalnya, ketika bekerja di IPTN, ia bergabung di program manajemen untuk jenis pesawat N250 yang saat itu baru ingin dibangun.

Setelah memutuskan untuk tak lagi bekerja di IPTN, Awan akhirnya memutuskan untuk bergabung di PT Genta Trikarya, tepatnya pada awal 1996. Keputusannya ini diambil karena merasa sudah sangat dekat dengan industri perkayuan. Soalnya, sejak usia belasan, ia sudah dibiasakan oleh orang tuanya untuk membantu di perusahaan keluarga saat sedang tidak ada kegiatan sekolah atau libur. Inilah yang jadi alasannya career switch ke industri woodworking.

“Alasannya sebenarnya karena orang tua mendidik anak-anaknya sejak masih sekolah untuk membantu di perusahaan keluarga saat sedang tidak ada kegiatan sekolah atau ketika sedang libur untuk membantu hal-hal kecil. Contohnya seperti, mengambil atau mengirim kayu untuk dikeringkan. Itu sebagai proses dasar dari produksi alat musik kita. Jadi, kami [sebagai anak] sudah mulai belajar dan dikenalkan proses perkayuan sejak kecil.”, jelasnya.

Hal-hal kecil yang dibiasakan oleh orang tuanya tersebut membuat Awan sangat bersyukur. Betapa tidak, semua hal kecil tersebut membantunya dalam mengenal proses-proses dasar perkayuan yang saat ini sangat dekat dengan karirnya di bidang industri woodworking.

“Tantangan (bisnis) tentu banyak, baik internal maupun eksternal,”

Seperti bisnis pada umumnya, tentu ada tantangan yang dirasakan oleh Awan selama menjalani usaha memproduksi dan menjual produk gitar. Menurutnya, tantangan tersebut tidak hanya berasal dari internal, melainkan juga eksternal.

Tantangan internal berasal dari dalam negeri yang berkaitan dengan perizinan terkait dengan bahan baku kayu dan masalah impor. “Karena produk kita, alat musik, sebagian dari komponennya ada yang harus kita impor dari negara-negara di Amerika, Eropa, dan Asia lainnya, karena tidak ada di negara kita,” jelasnya.

Pasalnya, pada 2018, Menteri Keuangan membuat kebijakan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Awan mengatakan, kebijakan ini sangat membantu memudahkan kendala-kendala yang dihadapi terkait impor dan ekspor, di mana prosesnya bisa lebih cepat dengan biaya yang lebih murah.

Baca Juga: 5 Tantangan Industri Kayu di Tahun 2023

Selain masalah perizinan, ia bercerita tentang masalah kayu yang hingga saat ini masih terkendala. Di mana perizinan untuk kayu masih dilakukan dengan melewati proses yang cukup banyak dan melibatkan beberapa bagan atau instansi. Jadi, ketika perusahaan ini membeli kayu dengan cara yang benar, prosesnya izinnya belum mudah untuk dilakukan. Pasalnya, dengan membeli kayu yang telah memiliki izin, maka legalitas produknya jelas. 

“Memang untuk produk gitar belum terlalu strict seperti furnitur dalam bagian pengecekan legalitas kayunya. Kalau di produk alat musik, khususnya gitar, mungkin karena persentase komposisi kayunya tidak sebesar furnitur, maka belum diharuskan masalah legalitas kayunya tadi. Tapi, sekali dua kali buyer kita di luar negeri, khususnya Eropa, menanyakan tentang legalitas kayu,” tegasnya.

Selain internal, ada faktor eksternal di mana beberapa komponen yang diimpor kebanyakan dari China. Waktu pandemi melanda dan China mulai melakukan pembatasan, akhirnya pengiriman barang impor pun terganggu. Namun, dengan adanya fasilitas kemudahan impor dari pemerintah, akhirnya Awan berinisiatif untuk memperbanyak barang yang diimpor dalam sekali waktu, sehingga perusahaan punya stok lebih di gudang.

Pandemi Tak Menghambat Permintaan Ekspor Produk Gitar

Saat menjawab tantangan akibat pandemi Covid-19, Awan menunjukkan senyumnya. Dirinya mengucap syukur ketika dunia dilanda pandemi Covid-19 pada 2020-2021 lalu, hal tersebut tidak terlalu memberikan dampak yang buruk untuk bisnisnya. Ia bahkan bercerita bagaimana pembeli di luar negeri justru lebih banyak meminta pesanan gitar di masa-masa itu.

Baca Juga: Ekspor Produk Industri Kayu Meningkat Hingga $14 Miliar pada 2022

“Kami juga sempat heran, jangan-jangan karena sedang lockdown, jadi hiburan di rumahnya ya dengan main musik. Jadi, permintaannya banyak dan lebih bagus daripada tahun 2019. Memang di awal-awal pandemi sempat turun dulu sebentar, tapi kemudian permintaan normal kembali sampai 2021,” ujarnya.

Setelah pandemi mulai membaik, masalah perang Rusia dan Ukraina pun ramai. Masalah yang melibatkan Eropa dan Amerika ini justru lebih memberikan imbas negatif yang lebih banyak dibandingkan pada saat pandemi Covid-19. Awan menjelaskan banyaknya permintaan ekspor yang turun akibat perang tersebut. Ditambah lagi beberapa negara di Eropa dan Amerika juga mengalami resesi ekonomi. “Dampak perang lebih besar jika dibandingkan pandemi.” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.