5 Pengaruh Gaya Arsitektur dari Zaman Kolonial Belanda

Gedung, perumahan, serta bangunan lainnya yang kita lihat saat ini melewati proses proses pembangunan yang panjang. Ada yang memang sengaja dibangun dari nol, ada pula yang hanya melewati proses renovasi untuk menyegarkan gaya bangunan arsitektur modern.

Namun, berbagai bangunan bernuansa jadul masih banyak menarik perhatian. Contohnya bangunan yang ada di Kota Tua, di mana gedung di sana masih sangat kental dengan nuansa zaman Belanda. Karena keunikan dan originalitas gaya arsitektur yang mencerminkan bagaimana Indonesia pada masa kolonial, Kota Tua pun jadi destinasi wisata yang selalu ramai.

Berbicara tentang bangunan, gaya arsitektur sebuah bangunan biasanya akan didesain dan dibangun mengikuti ciri khas yang berasal dari periode tertentu, khususnya untuk bagian tata letak dan dekorasi. Karena itu, Anda mungkin bisa menebak mana bangunan yang mengadopsi desain rumah kolonial atau bahkan gaya kerajaan yang ada di Indonesia.

Dalam buku Arsitektur di Nusantara (2021) karya Obbe Norbruis, ada contoh pengelompokkan gaya arsitektur yang berasal dari periode Hindia-Belanda, seperti arsitektur art deco ‘Eropa’, ‘Amerika’, dan ‘Hindia-Belanda’. Ada pula arsitektur mediterania dengan nuansa hangat dengan warna-warna yang tidak mencolok.

Baca Juga: Tips Mengecat Kayu agar Hasilnya Bagus dan Halus

Belanda kemudian menciptakan gaya arsitekturnya sendiri ketika menjajah Indonesia, yang diberi nama ‘Nederlandsch Indische Bouwstijl’ atau gaya arsitektur Hindia-Belanda. Nah, bangunan-bangunan yang ada di Indonesia saat ini pun dipengaruhi oleh gaya bangunan yang Belanda tinggalkan ketika Indonesia telah merdeka.

Tak hanya mempengaruhi bangunan, tetapi juga tata kota dan penataan jalan. Maka dari itu, muncul beberapa gaya arsitektur dari masa kolonial Belanda yang paling berpengaruh di Indonesia yang dirangkum dalam buku milik Obbe Norbruis. Seperti apa kira-kira gaya arsitektur dari zaman Belanda? Langsung simak di bawah ini, ya!

5 Pengaruh Gaya Arsitektur dari Zaman Kolonial Belanda di Indonesia

Stasiun Pasar Senen Lama di zaman Hindia-Belanda. (dok. Wikimedia Commons)

1. Gaya Arsitektur Kolonial

Orang-orang Barat membangun rumah mereka dengan gaya ‘Hindia yang terbuka’. Rumah pada saat itu dibangun dengan memiliki beranda depan untuk menerima tamu, sedangkan beranda digunakan untuk tinggal. Ada pula ruang luas dengan konsep terbuka yang seakan ‘ditopang’ dengan tiang. Kita masih bisa menemukan model ini di rumah arsitektur modern.

Posisi lantai sengaja dibuat lebih tinggi dari tanah untuk menghindari binatang merayap masuk ke dalam rumah. Kemudian, atap ditopang dengan tiang yang diplester putih atau kolom besi asal Eropa dengan gaya klasik. Rumah dengan gaya kolonial biasanya memiliki bagian dalam rumah dengan koridor tengah yang membentang lurus dari depan ke belakang, yang menyediakan akses ke kamar-kamar di sisi kiri dan kanannya.

Kemudian sekitar tahun 1900, rumah dua lantai mulai dibangun. Ada ruang terbuka di lantai dua. Ruang terbuka itu dibagi jadi ruang privat dan publik yang dipisahkan menggunakan tiang. Maka itu, keberadaan instrumen tiang putih mulai melebur dan menjadi bagian dari wajah kota.

Baca Juga: 4 Tips Simpel Merakit Kayu Sendiri dengan Tangan

2. Neoklasisisme

Gaya neoklasisime menonjolkan nilai dan norma dari peradaban Barat di Hindia. Gaya ini banyak diadopsi untuk pembangunan istana, rumah peristirahatan Gubernur hingga gereja yang dibangun dengan gaya yang mirip waterstaat (Dinas Perairan) pada masa itu.

Contoh dari bangunan dengan gaya neoklasisme ini seperti istana di Koningsplein (sekitar Monumen Nasional) yang terletak di Jakarta. Bangunan ini diperuntukkan sebagai tempat resepsi yang koridornya dibuat lurus untuk menghubungkan istana baru dengan istana lama di bagian belakang.

Rumah peristirahatan Gubernur Jenderal yang ada di Tjipanas (Cipanas) dibangunan menggunakan kayu rasalama dan jati, pasalnya bangunan ini terletak di kawasan yang rawan gempa. Lantainya kemudian dibuat dengan lapisan beton, dan ruang-ruang galeri (yang menjadi ciri khas bangunan gaya kolonial) ditutupi dengan tegel semen asal Portland.

3. Neogotik

Gaya neogotik diadopsi untuk pembangunan gereja Katolik di Belanda, yang akhirnya juga diadopsi untuk membangun gereja Katolik di Hindia. Pada pertengahan tahun ke-19, gaya neogotik di Hindia banyak dibangun menggunakan kayu dan plester. Pembangunan ini mulai mempekerjakan banyak kontraktor, penggambar bangunan, hingga arsitek.

Contoh bangunannya seperti gereja Katolik di Soerabaja dan bangunan biara Ursulin tertua di Malang yang dibangun oleh Willem Westmaas (1848-1914). Namun, karena adanya keterbatasan dana, pembangunan gereja tidak banyak dilakukan, sehingga dilanjutkan dengan pembangunan gereja dengan ukuran bangunan yang lebih kecil.

Baca Juga: 7 Desainer Interior Ternama Indonesia dengan Karya Menariknya

4. Eklektisisme

Pada tahun 1860, seorang arsitek Belanda J.H. Leliman memperkenalkan istilah ‘elektis’. Maksudnya, jika seorang seniman ingin maju, maka ia tak bisa lagi mengabaikan motif arsitektur Gotik dan Yunani. Maka dari itu, J.H. Leliman mengambil inspirasi dari masa lalu yang dia sebut sebagai elektiker.

Eklektisisme sendiri punya metode desain yang bebas dengan motif dari berbagai periode. Ketika gaya ini digunakan dalam pembangunan, prinsip yang harus ada yaitu untuk mempertimbangkan fungsi, menonjolkan konstruksi, dan melakukan dekorasi yang bisa menunjang karakter serta fungsi bangunan tersebut.Bangunan dengan gaya eklektisisme dilengkapi dengan ornamen pinggiran yang terlihat mewah, korbel, dan tugu yang muncul di setiap bagian bangunan. Beberapa contoh bangunannya seperti sekolah Koningin Wilhemina di Batavia, rumah Direktur Energie Maatschappij di Batavia, dan bank Escompto di Bandoeng.

5. B.O.W sekitar tahun 1900–1915

Sekitar tahun 1900 sampai 1915, desain gaya arsitektur kolonial mulai mengadopsi Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) yang merupakan kantor Departemen Pekerjaan Umum Sipil. Bentuk bangunan ini juga digunakan untuk pembangunan sekolah, rumah dinas, kantor dinas pemerintah, pengadilan, penjara, rumah sakit, serta kantor pos pada masa itu.

Sejak saat itu, bangunan yang statusnya ‘milik negara’ ini memiliki gaya arsitektur yang mirip satu sama lain, yaitu dengan gaya B.O.W. Gaya ini dibangun ‘menurut ilmu arsitektur’ yang saat itu tergabung dalam asosiasi profesi insinyur dengan variasi desain-desain normal dibandingkan bangunan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.