Limbah ialah salah satu masalah yang terus menjadi perhatian di Indonesia. Pasalnya, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021, Indonesia menghasilkan sampah nasional hingga 68,5 juta ton! Angka itu tentu tak sedikit, mengingat sisa bahan makanan, limbah plastik, hingga limbah kayu sisa produksi bisa jadi persoalan serius jika tak segera ditangani.
Berbicara tentang kayu, biasanya limbah kayu dihasilkan dari sisa produksi yang sudah tidak terpakai lagi. Biasanya, sampah kayu seperti ini hanya digunakan sebagai bahan dengan nilai ekonomi rendah, yaitu menjadi bahan bakar rumah tangga atau pembakaran bata merah.
Padahal jika diperhatikan, limbah kayu bisa diolah menjadi produk-produk mebel, baik itu produk mebel untuk digunakan maupun menjadi produk hiasan di rumah saja. Hal ini pun dibuktikan Irfan Adi Siswanto, pendiri PT Anakayu Bangun Nusantara, yaitu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang bergerak di bidang pengolahan limbah industri kayu.
UMKM milik Irfan yang dikenal sebagai “UMKM Uleen” ini memanfaatkan salah satu sumber daya alam asal Kalimantan, yaitu bonggol pohon ulin, yang banyak tersebar di hutan. Karena jumlahnya yang banyak, limbah kayu dari pohon ulin tersebut bisa didapatkan secara gratis untuk kemudian diolah menjadi beragam produk yang memiliki nilai jual tinggi.
Pengolahan Limbah Kayu Menjadi Produk Bernilai Jual
UMKM Uleen memanfaatkan penggunaan limbah kayu seperti palet kayu bekas sisa produksi yang sudah tak digunakan perusahaan dan bonggol pohon ulin yang berserakan di hutan Kalimantan. Biasanya bonggol pohon ulin itu ialah sisa-sisa dari pohon ulin yang ditebang.
Baca Juga: Tips Mengecat Kayu agar Hasilnya Bagus dan Halus
Dari bahan yang sudah tidak terpakai lagi, Irfan mengolah limbah kayu menjadi produk yang memiliki nilai jual. Produknya dibagi menjadi mebel dan furnitur, baik untuk interior maupun eksterior. Tak hanya itu, produknya juga beragam sampai ke produk kerajinan yang bisa dijadikan hiasan di rumah, fesyen, hingga peralatan dapur.
Salah satu hal yang paling menarik dari kayu ulin adalah kayunya akan makin kuat bila terkena air. Berbeda dengan kayu dari pohon lainnya yang kebanyakan menjadi lapuk dan cepat rusak jika terus kena air. Maka itu, pohon ulin yang banyak tumbuh di Kalimantan ini mendapatkan julukan sebagai “pohon besi” karena kekuatan dan keawetannya dibandingkan kayu pohon lain.
Meski sisa-sisa penebangan pohon ulin banyak tersebar di hutan Kalimantan sehingga limbah kayunya bisa didapatkan secara gratis, bukan usaha yang mudah bagi Irfan mengumpulkannya.
Mengutip dari Antara, Irfan mengatakan, memerlukan waktu kurang lebih selama tiga jam untuk bisa masuk ke dalam hutannya. Selain itu, proses pengangkatan kayunya pun tak kalah sulit, di mana bisa menghabiskan waktu kurang lebih satu sampai dua hari karena harus dilakukan manual menggunakan pacul dan linggis.
Seiring dengan berjalannya bisnis UMKM Uleen yang makin menguntungkan, Irfan bisa mempekerjakan masyarakat sekitar untuk membantu mengangkat bonggol ulin mulai dari proses penggalian sampai pengangkatan akar pohon, sehingga produksinya makin efektif dan efisien.
Setelah semua bahan sudah berhasil dikumpulkan, Irfan beserta tim akan mengolah limbah kayu ulin menjadi produk bernilai jual seperti alat-alat dapur, pajangan/hiasan, hingga jam tangan berbahan dasar ulin. Menariknya, produk buatan UMKM Uleen sampai diekspor ke empat negara, lho!
Produk UMKM Uleen Diekspor ke Empat Negara
Sejak didirikan pada 2017, produk yang disediakan oleh UMKM Uleen tak jauh dari furnitur yang dibuat secara custom sesuai pesanan pembeli. Karena bisnisnya mulai memperlihatkan keuntungan yang baik, akhirnya Irfan pun mengembangkan produknya hingga ke alat-alat dapur dan aksesori atau hiasan.
Karena keunikan yang terlihat dari produk olahan limbah kayu, UMKM Uleen diundang ke pameran di Korea Selatan pada 2019 oleh PT BNI Tbk. Di sana, produk Uleen mendapat kesempatan untuk dipamerkan hingga menarik banyak minat masyarakat Korea Selatan.
Hal ini disebabkan bahan kayu ulin ialah salah satu kayu yang memiliki reputasi tinggi di mancanegara, sehingga antusias masyarakat internasional sangat positif dengan produk-produk buatannya.
Baca juga: 4 Tips Simpel Merakit Kayu Sendiri dengan Tangan
Irfan bercerita ketika membawa produknya ke pameran di Seoul, dirinya menetapkan harga untuk satu talenan sebesar 30 ribu won atau sekitar Rp450 ribu. Saat itu, Irfan membawa sekitar 70 talenan dan habis terjual hanya dalam waktu tiga hari. Menarik bukan?
Melihat respon positif dari pasar internasional, Irfan akhirnya memutuskan untuk memperluas jangkauan bisnisnya dan melakukan ekspor ke beberapa negara di Asia lainnya, yaitu Jepang dan Singapura. Saat pertama kali melakukan ekspor, Irfan menitipkan produknya dengan produk mebel Jepara yang sudah lebih dulu memiliki pasar internasional.
Tak hanya berhenti di negara Asia, Uleen kembali memperluas tujuan ekspornya hingga ke Inggris. Keuntungan yang diraih dari memasarkan produk Uleen secara internasional bisa mencapai Rp130 hingga Rp150 juta setiap bulan. Keuntungan sebesar ini bisa diperoleh karena produk UMKM Uleen lebih banyak diminati di pasar internasional dibandingkan pasar lokal.
Kesuksesan Uleen yang merupakan mitra UMKM binaan Bank Indonesia ini berhasil membuat mereka diundang untuk berpartisipasi dalam acara Kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) Kalimantan Selatan pada Juli 2022 lalu. Semakin banyak eksposur yang didapatkan, Irfan ingin mengembangkan skala bisnis Uleen dengan membuka toko di seluruh Indonesia untuk semakin mempermudah proses pengiriman serta penjualan.
Semoga keinginannya cepat terwujud, ya!