Menekuni perusahaan keluarga tentu tidak mudah. Apalagi hingga generasi ke-empat, bisnis yang dijalani tak pernah sama dan terus menerus berkembang mengikuti zaman serta minat pasar.
Joshua Hambali yang telah menekuni usaha keluarganya, Polychemie Asia Pacific Permai, sejak 2011 lalu telah ikut berkembang bersamanya. Berawal dari back office, middle office, hingga front office, semuanya telah dijalani.
Bisnis yang awalnya bermula sekitar 1920 ini menjadi salah satu pabrik paku pertama di Indonesia saat itu. Selain pabrik kayu, Polychemie generasi pertama juga memproduksi metal working seperti wajan besi, setrika besi, dan panci besi.
Dilanjutkan dengan generasi kedua yang mengembangkan perusahaan menjadi bisnis trading company yang mendistribusikan berbagai macam bahan hingga pabrik kulit juga di daerah Yogyakarta.
Baru kemudian ketika bisnis diturunkan ke generasi ketiga, yaitu generasi ayahnya Joshua, dimulailah bisnis pabrik lem yang hingga saat ini dijalani olehnya.
“Di setiap generasi, usahanya itu tidak sama tapi selalu berkecimpung di dunia industrial,” jelas Joshua.
Ia pun mengaku sebagai anak laki-laki satu-satunya, jadi ialah yang sejak awal direncanakan untuk melanjutkan bisnis yang sebelumnya dipegang oleh ayahnya di Polychemie ini.
Baca Juga: FX. Marsono, Kepala Sekolah SMK PIKA: Terus Memotivasi Bibit SDM Industri Perkayuan
Usaha perkenalkan produk lama Polychemie ke market baru
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, setiap generasi memiliki caranya sendiri untuk mengembangkan Polychemie, tak terkecuali dengan Joshua.
Ketika ia memulai awal kariernya, saat itu bisnisnya lebih banyak di bidang lem kimia untuk bisnis kayu. Di sinilah Joshua mulai mengembangkannya untuk ke industri non-kayu.
“Jadi, posisi pertama saya untuk mengembangkan produk-produk yang bisa kita supply ke industri non-kayu. In this case, industrinya kebanyakan ke industri kertas, percetakan atau printing, dan kemasan,” ungkapnya menceritakan awal kariernya.
Perjalanannya pun tidak mudah, sebab Joshua memulai segalanya dari nol, seperti mencari produknya, hiring timnya, penetrasi ke customer hingga mulai dilepas ke tim sales secara umum.
Ia menegaskan, “Jadi, kiprah saya banyak selama 12 tahun ini pekerjaannya pengembangan bisnis baru via memproduksi produk baru atau memperkenalkan produk lama ke geografi baru.”
Salah satu yang menarik ketika memasuki 2018 yaitu merupakan entry point Joshua ke industri kayu dengan membuka cabang di Vietnam dengan nama yang sama.
Di sana, ia dan tim memperkenalkan produk lama ke market atau pasar yang baru. Sebagai owner, Joshua mengaku ada beban kerja yang cukup sulit terutama di bidang development.
Jadi, bagaimana fungsi dan tugas yang tadinya dijalankan oleh seorang founder di generasi pertama dapat terus disukseskan ke generasi berikutnya masih menjadi tantangan terbesarnya.
Meski belum menemukan cara yang benar-benar bisa mengatasinya, ia terus berusaha menjalankan dan terus maintain Polychemie dengan market yang terus berubah.
“Apakah produk dan jasa kami akan tetap relevan di 40 tahun kemudian? Kadang-kadang kita sudah bekerja keras, karakter sudah oke, tapi market berubah,” akunya.
Joshua pun menambahkan, “Jadi, ya… bagaimana mengatasinya? Belum bisa diatasi tapi kita terus berusaha setiap hari karena menjadi pengusaha tidak ada yang pasti.”
Baca Juga: Cerita Justinus Iwan Soerjono, Factory Manager PT Dwida Jaya Tama
Teknologi makin canggih, karyawannya juga
Ketika ditanya mengenai perbedaan mengelola bisnis dulu dan sekarang, Joshua menegaskan bahwa dulu proses produksi tidak begitu tergantung dengan kepintaran seseorang dan industrinya masih bergerak di skala yang lebih kecil.
Namun, dengan perkembangan teknologi yang membuat mesin kapasitasnya lebih besar, dengan industri yang skalanya besar juga, sekali salah maka kerugiannya akan besar.
“Perbedaan dulu dan sekarang ada di skill of productions-nya,” tegasnya.
Untuk Polychemie sendiri, dari segi kompleksitasnya juga berbeda di mana dulu hanya memproduksi beberapa macam produk saja, sedangkan sekarang ratusan produk.
“Produk kita semakin lama semakin banyak, bukannya makin sedikit. Itu juga yang menjadi sebuah kelebihan dan kekurangan,” tambahnya.
Perbedaan tersebut mendorong perbedaan yang ditetapkan dalam proses kerja maupun pengelolaan karyawan di Polychemie. Di mana kini ada human capital untuk mengelola karyawan secara lebih rapi.
Jadi, jika dari karyawannya sendiri tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, teknologi, menampung ilmu, dan kemudian menerapkannya dalam proses kerja, maka hal itu akan mempersulit proses kerja.
Selaras dengan itu, Joshua pun menegaskan adanya perubahan dalam merekrut karyawannya.
“Bedanya dulu dan sekarang yaitu kita lebih selektif untuk merekrut karyawan yang masuk ke Polychemie, karena ini keharusan dan keperluan industri atau market kita,” ujar Joshua.
“Sebab, zaman sekarang quality control harus jauh lebih ketat, skala lebih besar, sehingga kalau gagal kerugiannya akan lebih besar. Karyawan berkualitas harus didapatkan dengan merekrut karyawan yang punya skill baik untuk bisa belajar terus,” tutupnya.
Untuk melihat wawancara lengkap Ekamant Indonesia dengan Joshua Hambali dari Polychemie Asia Pacific Permai, Anda dapat membacanya di Majalah WOODMAG edisi akhir tahun! Terbit segera.