Dalam kegiatan manufacturing atau berhubungan dengan penjualan, stok atau barang yang disimpan perlu diatur. Salah satunya dengan produksi tepat waktu atau just in time.
Pasalnya, tak bisa dimungkiri, stok barang yang disimpan tetap perlu ada karena akan digunakan untuk memastikan bahwa supply ke customer tercukupi.
Seiring berjalannya waktu di mana kondisi operasional bertambah kompleks, hal ini tentu bisa menimbulkan masalah, salah satunya yaitu masalah terkait inventory.
Menurut Toyota Production System (TPS), inventory adalah salah satu bentuk pemborosan karena akan menutupi masalah-masalah yang timbul. Hal ini terkadang menyulitkan manajemen atau tim perbaikan untuk melihat masalah, karena operasional berjalan normal.
Dalam ilustrasi tersebut, terlihat bahwa inventory menutupi masalah-masalah operasional, seperti:
- Masalah kualitas
- Komunikasi dan supply barang
- Perencanaan produksi yang tidak baik
- Transportasi
- Kerusakan mesin
- Waktu setup mesin
- Dan lain-lain
Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Salah satu caranya yaitu dengan menerapkan sistem produksi Just in Time. Apa itu Just in Time? Simak penjelasannya di artikel ini!
Baca Juga: Mengenal Kanban, Standar Sistem Produksi LEAN Manufacturing
Pengertian Just in Time
Just in Time adalah sistem produksi yang dilakukan dengan tepat waktu. Maksudnya, semua persediaan bahan baku yang akan diproses dalam kegiatan produksi harus tiba tepat waktu dengan kuantitas yang tepat pula.
Ini tak hanya berlaku untuk bahan baju saja, melainkan semua komponen utama dan komponen pendukung yang harus dijaga pada jumlah batas minimum.
Just in Time menjadi suatu sistem produksi yang memiliki tujuan utama, yaitu:
- Mengurangi biaya
- Mengefisiensikan pekerjaan
- Memperoleh kualitas sesuai standar perusahaan
- Mengoptimalkan cash flow
Selain itu, Just in Time juga dibuat untuk meminimalisir pemborosan akibat kelebihan produksi (overproduction), persediaan barang yang sia-sia (excess inventory), hingga antrian proses produksi yang lama.
Sistem produksi Just in Time adalah paradigma baru dalam strategi berbisnis dari manajemen persediaan barang yang dikelola secara tradisional menjadi manajemen persediaan barang berupa rantai pasokan berbasis elektronik.
Jika ditarik mundur ke sejarahnya, Just in Time pertama kali dikembangkan oleh perusahaan Toyota motor pada 1937. Kemudian sistem ini banyak diadopsi perusahaan di Jepang terutama ketika krisis minyak dunia pada 1973.
Mengapa demikian? Karena pada saat itu, perusahaan harus melakukan pemangkasan biaya produksi, tetapi juga perlu meningkatkan produktivitasnya.
Lalu, bagaimana cara menerapkan sistem Just in Time?
Baca Juga: Mengenal Gourika atau Rasionalisasi Biaya dalam Management
Prinsip dasar penerapan Just in Time
Dalam pengaplikasiannya, ada beberapa hal yang menjadi prinsip-prinsip dasar Just in Time dalam manajemen persediaan barang, yaitu:
1. Sistem produksi terjadwal
Menetapkan waktu sistem produksi merupakan upaya Just in Time untuk membuat penjadwalan produksi dan jumlahnya sesuai dengan permintaan customer.
Just in Time dalam persediaan barang tak hanya memproduksi untuk mengembalikan stock barang atau karena stock-nya sudah hampir habis. Tujuannya yaitu untuk memproduksi barang secara tepat waktu dan sesuai dengan jumlah yang akan diberikan ke customer.
Dengan menerapkan prinsip ini, perusahaan dapat menekan holding cost-nya.
2. Mengurangi pemborosan
Semua bahan baku harus digunakan seefisien mungkin untuk memenuhi jumlah produksi. Sebab, pemborosan bisa terjadi karena kelebihan produksi (overproduction), persediaan barang yang sia-sia (excess inventory), atau proses produksi yang terlalu lama.
3. Memperbaiki aliran produksi dan kualitas produk
Mengupayakan untuk menghilangkan segala hal yang bisa menghambat alur produksi. Selain itu, kualitas produk yang baik tanpa cacat juga wajib diupayakan melalui quality control yang dilakukan secara rutin.
4. Mengurangi hal-hal yang tidak terduga
Ketika proses produksi dilakukan sesuai dengan permintaan, secara tak langsung perusahaan bisa menghindari hal-hal tak terduga. Contohnya pemborosan akibat menurunnya permintaan.
5. Produksi dalam jumlah kecil
Menerapkan Just in Time dalam manajemen persediaan barang juga menekankan pada pembagian jadwal produksi menjadi bagian-bagian kecil (lot size).
Hal ini dilakukan agar produksi lebih efisien dan fleksibel ketika terjadi perubahan permintaan.
6. Menekankan pemeliharaan jangka panjang
Menekankan pemeliharaan jangka panjang berupa memperbaiki mutu, fleksibilitas persediaan barang yang di-order, pesanan jumlah kecil yang dikerjakan berkali-kali, serta mengadakan perbaikan secara berkesinambungan.
Baca Juga: Pengertian dan Manfaat Stock Opname dalam Manufacturing
Kelebihan dan kekurangan Just in Time
Sama seperti sistem pada umumnya, tentu ada kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh Just in Time. Berikut kelebihannya:
- Level persediaan stock barang rendah sehingga bisa menghemat biaya dan tempat penyimpanan, seperti biaya sewa gudang dan biaya asuransi.
- Modal kerja lebih rendah karena bahan produksi hanya dibeli ketika dibutuhkan.
- Pemborosan, produk yang ketinggalan zaman, dan barang rusak bisa diminimalisasi karena tingkat persediaan stock yang rendah.
- Menghindari penumpukan barang yang tidak terjual karena adanya pembatalan atau perubahan permintaan.
- Mengurangi waktu pengerjaan dan pemeriksaan karena jumlah bahan produksi yang rendah.
Sedangkan kekurangannya, yaitu:
- Dalam Just in Time, sulit melakukan perbaikan terhadap barang yang cacat lantaran tidak adanya toleransi kesalahan. Hal ini terkait bahan produksi sangat minim sehingga harus dimanfaatkan sebagai barang yang wajib terjual.
- Sangat tergantung pada pemasok, baik dalam hal jumlah atau ketepatan waktu pengiriman. Keterlambatan pengiriman dan kurangnya bahan produksi akan membuat jadwal produksi menjadi kacau sedangkan perusahaan memiliki persediaan yang sangat minim.
- Biaya transaksi tinggi karena frekuensi transaksi yang juga tinggi.
- Sulit menerima permintaan besar yang mendadak lantaran tidak ada persediaan produk.
Intinya, keberhasilan Just in Time dalam manajemen persediaan barang sangat bergantung dengan karakter dari masing-masing perusahaan yang menerapkannya.
Tidak hanya itu, diperlukan komitmen yang kuat dari semua bagian perusahaan agar sistem ini bisa diterapkan dengan sukses.