Dampak pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak 2020 silam tampaknya sangat dirasakan oleh industri mebel, salah satunya ialah Slam Furniture yang berlokasi di Klaten, Jawa Tengah.
Pasalnya, tidak jarang perusahaan kecil di industri ini yang akhirnya terpaksa gulung tikar dalam kurun waktu tersebut. Ironisnya lagi, hanya sedikit yang mampu terus bertahan dan bahkan meraih sukses dalam mengubah tantangan menjadi sebuah peluang.
Semangat yang mungkin sangat langka ditemukan di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil akibat pandemi. Namun, inilah semangat yang ditemukan oleh Slam Furniture untuk bangkit.
Sesuai namanya, Slam Furniture ialah perusahaan furniture yang didirikan Slamet Setyiyono pada 2019. Slamet bercerita bagaimana ia sempat merasakan manisnya berbisnis di masa itu.
“Kami bisa mengirim dua kontainer per-minggu ke Amerika Serikat,” ungkapnya dengan bangga. Di sisi lain, untuk dapat memenuhi permintaan itu, Slamet juga menuturkan bahwa pihaknya harus melakukan lembur agar mampu menyelesaikan pesanan dengan tepat waktu.
Baca Juga: Taklukan Pasar Internasional, Ini Cerita Luqi Hermawanti Cakra Naga Furniture
Ekspor ke Amerika Serikat Agresif, Eropa Malah Menurun
Order yang didapatkan ternyata tidak diperolehnya langsung dari customer di Amerika Serikat. Melainkan melalui buying agent yang berasal dari Taiwan.
Meski begitu, melansir WoodNews Indonesia, Slamet mengatakan, “Mereka sangat agresif, namun juga sangat menekan.”
Buying agent dari Taiwan ini juga sangat positif dalam pembayaran, di mana pembayaran langsung cair setelah pengurusan dokumen selesai.
Hal ini tentu sangat menguntungkan Slam Furniture jika dibandingkan dengan sejumlah buyer yang membayar tiga minggu setelah barang diterima di tempatnya.
Selain itu, Slamet menuturkan pesanan yang datang dari negara-negara di Eropa justru mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Saat itu, ia sempat memasarkan produknya ke Belgia dan Spanyol. “Produk kursi beranyam rotan sangat diminati pasar di Spanyol,” katanya.
Setelah pandemi menurunkan permintaan pesanan tersebut, buyer asal Spanyol baru memulai kembali berbisnis dengan Slam Furniture pasca-pandemi.
“Kami baru bisa masuk kembali ke sana, dan itu hanya satu item yang berupa kursi dengan anyaman rotan,” lanjutnya.
Baca Juga: Muhammad Hisyam, Anindo Furniture: Ikut Tren Kunci Bangkit Pasca-pandemi
Pameran Mendongkrak Tombak Penjualan
Salah satu hal yang sangat membantu penjualan di saat dampak pandemi sangat terasa yaitu keikutsertaan Slamet dalam pameran-pameran internasional.
Hal ini ternyata menjadi ujung tombak penjualannya dalam meraih pasar internasional. Ia bercerita bagaimana efektifnya pameran dalam menggaet buyer.
“Mereka datang, duduk berdiskusi, dan turunlah order setelahnya,” ungkapnya. Keberhasilan menggaet buyer ini merupakan hasil dari keikutsertaannya pada pameran di Maret 2023 lalu.
“Ada berapa buyer potensial yang datang dan berdiskusi namun masih harus dilihat bagaimana keseriusannya nanti. Kami menunggu hasil pameran September 2023, karena hingga Maret 2024 order yang didapat dari mengikuti pameran di bulan Maret sudah mencukupi,” jelasnya.
Di sisi lain, Slamet mengakui tantangan terbesarnya di industri ini adalah konsistensi untuk terus meningkatkan kualitas produk.
Tenaga quality control (QC) internalnya mulai difungsikan sejak pengerjaan produk di subkontraktor. Setelah itu, QC kian terlibat melekat di tiap tahapan produksi bahkan hingga ke sebelum loading.
Kini, Slam Furniture fokus memproduksi produk-produk mebel indoor berbahan kayu jati dan mahoni. Sementara produk mebel dengan aksesori anyaman kulit dan rotan direncanakan akan dikerjakan anak perusahaannya, CV Selawe Furniture yang baru didirikannya pada 2022 lalu.
Slamet menyebutkan lembaran anyaman rotan tidaklah sulit untuk diperoleh karena memang tersedia di pasar. Bahkan, bisa dipesan jika menginginkan pola anyaman yang customized.
Kedua perusahaan ini masih ditangani tim manajemen yang sama, tetapi akan dipisahkan jika hasil dari pameran pada September lalu menunjukkan hasil yang menjanjikan ke depannya.