
Mesin Wide Belt Sander (WBS) merupakan salah satu alat yang cukup penting dalam industri pengolahan kayu dan panel. Baik digunakan di pabrik furnitur, flooring, hingga pembuatan alat musik.
Di dalamnya terdapat banyak komponen yang saling mendukung fungsinya agar hasil pengamplasan tetap konsisten.
Salah satu bagian yang punya peran cukup penting adalah sistem tracking sanding belt yang sudah pernah kita bahas di artikel sebelumnya.
Untuk memastikan sistem tracking dapat bekerja dengan stabil dan akurat, sensor memegang peran utama. Sensor ini mendeteksi posisi sanding belt dan mengirimkan sinyal ke sistem kontrol untuk mengatur gerakan osilasi secara otomatis.
Jika sensor tidak berfungsi dengan baik, belt bisa keluar jalur (tracking error), yang berisiko merusak komponen mesin, mengurangi kualitas hasil pengamplasan, bahkan menyebabkan mesin berhenti dan mengganggu proses produksi.
Bagaimana cara sensor bekerja?
Sensor pada mesin Wide Belt Sander berfungsi untuk mendeteksi posisi tepi amplas belt saat mesin berjalan. Sensor ini berupa optik/laser (yang membaca posisi sabuk tanpa menyentuh).
Saat amplas belt mulai bergerak keluar dari jalurnya (melenceng ke kiri atau kanan), sensor akan mengirimkan sinyal ke sistem kontrol mesin.
Sistem ini kemudian akan mengaktifkan aktuator, umumnya berupa silinder pneumatik, untuk menggeser atau memiringkan roller head.
Perubahan posisi roller ini akan membuat amplas belt berosilasi atau bergerak bolak-balik, sehingga tetap berada di jalurnya. Gerakan osilasi ini juga membantu menjaga keausan amplas lebih merata, menghindari cacat pengamplasan seperti garis lurus atau “ular”, dan mengurangi panas berlebih pada permukaan amplas.
Macam macam sensor optik (photoelectric atau laser eye)
Sensor optik bekerja dengan menggunakan cahaya baik berupa inframerah, laser, maupun LED untuk mendeteksi perubahan di lingkungan sekitarnya, seperti posisi atau keberadaan tepi amplas.
Sensor ini memancarkan cahaya dan mendeteksi adanya pantulan atau gangguan pada jalur cahaya tersebut untuk menentukan posisi objek.
Terdapat beberapa jenis sensor fotoelektrik yang umum digunakan dalam mesin WBS:
1. Through-Beam (Sinar Tembus)
Sensor ini terdiri dari dua unit: pemancar (transmitter) dan penerima (receiver) yang dipasang saling berhadapan. Objek, seperti tepi amplas, akan terdeteksi saat menghalangi cahaya yang dipancarkan di antara keduanya.

Kelebihan: Jarak deteksi jauh dan akurasi tinggi.
2. Retroreflective (Reflektif dengan Reflektor)
Menggunakan reflektor untuk memantulkan kembali cahaya dari pemancar ke penerima dalam satu unit sensor. Objek terdeteksi jika memutus pantulan tersebut.

Kelebihan: Instalasi lebih ringkas karena hanya memerlukan satu unit sensor dan cocok untuk jarak menengah.
3. Diffuse (Pantulan Langsung)
Sensor memancarkan cahaya dan langsung mendeteksi pantulan dari permukaan objek. Karena hanya memerlukan satu unit, instalasinya paling sederhana.

Catatan: Jarak deteksi lebih pendek dan dipengaruhi oleh warna, kilap, dan tekstur objek.
Panduan pengaturan sensor fotoelektrik (optik)
Untuk mengatur sensitivitas (SENS) dan mode kerja (misalnya Light ON atau Dark ON) pada sensor fotoelektrik, umumnya perlu menyesuaikan potensiometer (pengaturan sensitivitas) dan mungkin saklar mode, tergantung pada model sensornya.
Pasalnya, setiap model bisa memiliki fitur dan istilah yang berbeda, sangat disarankan untuk selalu merujuk pada datasheet atau manual sensor yang digunakan.
Sebagian besar sensor fotoelektrik memiliki potensiometer untuk menyesuaikan sensitivitas. Letaknya biasanya di bagian belakang, samping, atau pada unit penguat terpisah.
Pada beberapa model, pengatur ini bisa tersembunyi di balik penutup plastik atau lubang kecil yang harus dibuka terlebih dahulu.

Pengaturan Sensitivitas (SENS)
Pengaturan sensitivitas berfungsi untuk menyesuaikan seberapa responsif sensor dalam mendeteksi posisi amplas. Penyetelan yang tepat sangat penting agar sistem osilasi dapat merespons dengan akurat saat amplas melenceng dari jalurnya.
Langkah-langkah penyetelan:
- Posisikan amplas tepat di area deteksi sensor.
- Atur sensitivitas dengan memutar pengatur (potensiometer) dari posisi minimum (MIN) ke maksimum (MAX).
- Amati respons piston osilasi, sesuaikan posisi pengatur hingga piston mulai bergerak saat amplas terdeteksi, dan kembali ke posisi normal saat amplas keluar dari area deteksi.
- Pastikan sensor tidak terlalu sensitif (respon palsu) atau terlalu tumpul (tidak bereaksi). Lakukan penyesuaian secara bertahap untuk hasil optimal.
Pengaturan Mode Kerja (Light ON / Dark ON)
Beberapa sensor fotolistrik memiliki mode kerja Light ON dan Dark ON untuk menentukan kapan sensor mengeluarkan sinyal (output) berdasarkan kondisi cahaya yang diterimanya.
Light ON: Sensor aktif (output menyala) saat menerima cahaya, misalnya saat cahaya dipantulkan oleh pasir atau backing amplas yang cerah/mengkilap.
Dark ON: Sensor aktif saat tidak menerima cahaya, misalnya ketika cahaya terhalang oleh amplas dengan backing gelap atau tidak memantulkan cahaya.
Cara mengubahnya, yaitu:
- Temukan saklar pemilih mode pada sensor.
- Geser ke posisi Light ON atau Dark ON, sesuai kebutuhan aplikasi.
- Lakukan pengujian untuk memastikan sensor bekerja sesuai dengan pengaturan.
Contoh Penerapan:
- Dark ON cocok untuk mendeteksi amplas yang tidak memantulkan cahaya, seperti amplas dengan backing gelap atau kasar.
- Light ON cocok untuk amplas yang memantulkan cahaya, seperti backing cerah atau berlapis coating mengkilap.
Setelah sensor optik selesai disetel, lakukan pengujian berulang untuk memastikan sensor mendeteksi tepi amplas secara konsisten dan akurat. Beberapa yang perlu diperiksa, yaitu:
- Periksa kemungkinan false trigger, yaitu kondisi saat sensor aktif meski tidak ada amplas di jalur deteksi, atau deteksi tidak stabil akibat sensitivitas terlalu tinggi/rendah.
- Jika deteksi tidak akurat, atur ulang sensitivitas, dan periksa kemungkinan pantulan cahaya yang tidak diinginkan dari permukaan amplas. Misalnya dari backing yang mengkilap atau pasir yang terlalu reflektif.
- Pastikan lensa sensor bersih dari debu dan kotoran. Penumpukan debu adalah salah satu penyebab paling umum kegagalan pelacakan pada sensor optik.
- Kondisi lingkungan seperti cahaya sekitar, suhu, dan debu, serta karakteristik fisik amplas (warna backing, jenis pasir, atau lapisan coating mengkilap), juga dapat memengaruhi hasil deteksi.
- Jika sensor kesulitan membaca tepi amplas, pertimbangkan untuk menambahkan penanda seperti pita/kertas, atau mengecat bagian dalam tepi amplas, untuk meningkatkan kontras pembacaan cahaya.
Selalu pastikan sensor dapat beradaptasi dengan jenis amplas yang digunakan, dan lakukan penyesuaian seperlunya untuk menjaga performa pelacakan tetap optimal.